Tuesday, November 15, 2016

Terimakasih Bidikmisi dan LPDP

Posted by Upiet at 12:42 AM 1 comments

Adelaide, Spring 2016

Tak pernah terbayang sebelumnya untuk bisa menikmati semerbak harumnya cheerry blossom saat musim semi di negeri kanguru bagian selatan Australia, Adelaide. Diberi kesempatan untuk melanjutkan belajar di sini itu bak membuka pintu-pintu mimpi yang masih terkunci erat. Menaruh mimpi di setiap ruang yang tersekat oleh dinding dan perlu kunci untuk membukanya satu persatu hingga mimpi itu terbuka. Tidak semudah mengejapkan mata. Namun butuh doa, nekad dan nyali besar untuk mendapatakannya.
Tepatnya 6 tahun lalu, kiranya adalah waktu dimana saya mulai tahu tentang mimpi besar itu. Yaps, kuliah. Mendengar saya ingin kuliah waktu itu, sontak ibu saya tercengang.
“Mana mungkin bapakmu bisa menguliahkan kamu nduk?”, itulah kata yang keluar pertama kali dari mulut ibu saya.
Belum selesai kemudian saya bilang, “Ini gratis kok bu, ndak dipunggut sedikitpun biaya”. “Nanti saya juga akan dapat uang hidup bulanan”.
“Sudah jangan mimpi kamu nduk, mana ada kuliah gratis”, pungkasnya singkat.
Hal yang sama yang sempat saya rasakan selepas lulus SMP, hendak melanjutkkan sekolah SMA. Berbakal dengan bantuan Rp. 5000 untuk membeli formulir pendaftaran waktu itu dari uang pemberian wali kelas saya. Nyatanya, Allah memberi jalan hingga saya bisa menyelesaikan SMK saya dengan bantuan beasiswa dan juga iuran guru-guru semasa SMP saya.
Kini lebih nekad lagi. Iya, memang masih seperti mimpi. Kuliah bukan hal yang murah. Apalagi di kampung saya masih sangat jarang orang bisa kuliah apalagi dengan beasiswa. Namun,semangat saya tidak pupus begitu saja. Saya ikut mendaftar kuliah di Universitas Negeri Malang(UM) melalui jalur Bidikmisi. Polosnya saya, saya bahkan tidak tahu ujungnya kampus UM itu dimana. Saya buta tentang kuliah. Karena semua orang waktu itu mengidamkan untuk bisa bekerja. Entah, akhirnya saya memutuskan ikut seleksi Bidikmisi. Saya lengkapi berkas persyaratannya dan kuselipkan ribuan doa di setiap lembarnya. Diantarlah oleh Bu Wiwik, guru BK di sekolah SMKku waktu itu. Bismillah.
Berbulan lamanya menanti pengumuman, sempat galau gegara teman teman saya sudah mencari jalan hidupnya masing-masing. Ada yang sudah kerja di sini di situ. Akhirnya nekad saya urus kartu kuning, kartu untuk persyatan mencari kerja. Nyaris hampir saya putus asa karena pengumuman tak kunjung tiba. Saya memutuskan ikut teman-teman untuk mencoba mengarungi nasib di Kota Batam, kota favorit untuk mengais rupiah katanya. Karena orientasi masa itu adalah kerja kerja dan kerja. Namun, tak lama sepertinya Allah membukakan pintu mimpi-mimpiku selanjutnya.
“Takdirmu lain nak, kamu diterima di Universitas Negeri Malang, Jurusan Bahasa Inggris penuh dibiayai oleh Bidikmisi”
Mendebarkan adalah ketika momen pengumuman lolosnya saya menjadi mahasiswa bidikmisi ini. Kali itu jaman warnet masih jarang, masih ingat betul waktu harus ngontel ke warnet, dan pulang tahu ketika diterima, sekuat-kuatnya saya kayuh sepedaku sesampainya di rumah, “Bu, saya keterima kuliah, kuliahhh bu. Alhamdulillah, jadi kuliah”. Tetes eluh ibu saya rasanya mengungkapkan begitu luar biasa bangganya waktu itu. Anak hanya dari seorang buruh tani berani-beraninya menantang dirinya untuk kuliah. Pilihan macam apa waktu itu?
Entah pilihan Allah mana lagi yang terbaik yang Ia pilihkan. Mengambil Bahasa inggris itu sempat menjadi mimpi buruk di awal semester. IP pas- pasan gegara background kuliah dari tata busana kemudian berjibun dengan grammar, literature, essay. Namun, perlahan hingga lulus saya bisa menyelesaikan tugas belajar saya di UM dengan baik.
Lika-liku menjadi mahasiswa bidikmisi rasanya amat sangat luar biasa. Tidak dapat dipungkiri jika suatu saat beasiswa macet turun. Muter otak bagaimanapun caranya saya bisa hidup adalah tugas kedua selain belajar. Akhirnya menjadi tukang juru reportase koran lokal menjadi andalan saya. Sempat menjajali menjadi tukang penerjemah, namun belum rejeki, karena berkerja pernah tak terupahi. Ingat betul, disaat-saat tahun akhir kuliah. Selain itu, saya juga ngalor-ngidul mencoba mengamalkan ilmu di salah satu sekolah dan bimbingan belajar juga tidak kalah bikin hidup makin serabutan. Godaan makin besar. Wira wiri malang, lelah di jalan. Hujan, malam-malam mengontrol gas sepeda motor. Sempat lagi ketika waktunya membaayar uang kos namun belum cair, sengaja bapak ibu saya mencarikan pinjaman dan mengebalikan saat uang sudah cair. Terkadang harus dicicil sampai sungkan ketika harus ditagih.   
Jika ditanya kontribusi apa yang kamu bisa berikan saat selama 4 tahun kuliah di UM dengan bidikmisi? Rasanya pertanyaan ini benar-benar membuat malu. Saya adalah mahasiswa biasa, bukan dengan IPK cumlaude dan segudang prestasi akademik yang membanggakan. Saya hanya mahasiswa yang hanya mampu menyisihkan sedikit waktunya sekedar berbagi bahagia bersama kawan seperjuangan di Formadiksi UM, walau hanya terkadang menjadi juru tulis kadang menjadi juru dana. Sesekali tiap pekan mencoba menyibukkan diri merangkai berita di LPM Siar, UKMP. Terkadang juga ikut nimbrung di HMJ Legato. Bersyukur bisa belajar dengan orang-orang hebat di sana. Mengenal uniknya mahasiswa penuh talenta dan inspirasi.
Ditengah riuhnya kuliah, saya memberanikan diri memperpanjang mimpiku. Duhai negeri kanguru, apa mungkin saya bisa kesana? Hingga pada akhirnya, 2014 selepas wisuda saya berangkat dengan lagi-lagi mimpi saya. Saya mendaftar LPDP jalur afirmasi, dikarenakan saya alumni bidikmisi dengan IPK cumlaude. Alhamdulillah, dengan ijin Allah dan restu orang tua saya, 2016 awal saya berangkat ke negeri impian, Australia. Ini bukan mimpikah?
Sembari menunggu LPDP, saya memutuskan untuk mengadibkan diri di salah satu sekolah dasar di kabupaten Malang. Mereka adalah inspirasi kesekianku untuk bisa mengejar mimpi saya. Benar-benar mengabdikan waktu dari pagi petang hingga malam petang. Demikian dan seterusnya. Pagi menyalami tangan mungil generasi emas Indonesia, siang menemani mereka yang berjuang dengan tumpukan tugas tugas sekolah dan malam sesekali memutar memori lama pelajaran sekolah untuk anak-anak di kampung saya. Melalahkan itu pasti.
Untuk bisa berada di Adelaide ini, butuh perjuangan yang cukup sayang jika hanya dikenang. Diam-diam saya apply LPDP, karena pada saat itu saya baru saja diterima menjadi guru di salah satu sekolah dasar. Setelah dinyatakan lolos LPDP, saya mengikuti tes di Surabaya. Berempat dengan kawan alumni bidikmisi, petang itu kami berangkat naik motor malam-malam. Bingung mencari tumpangan tempat tinggal. Setelah dinyatakan lolos, mau tidak mau saya harus meninggalkan sekolah saya. Ini momen terberat kesekian di saat saya harus melepas apa yang sudah saya raih dengan susah payah. Melihat wajah-wajah polos penuh harapan dari murid-murid saya adalah seperti tamparan dosa yang sekalinya pedih tercambukkan ke muka saya. Mereka yang amat sangat berat melepas saya pergi. Sempat dibuat geram gegara tidak diijinkan. Ditakuit-takuti karena jika saya keluar kemungkinan saya tidak lain akan hanya ada penyesalan. Tapi ini demi mimpi, saya dengan berat hari meninggalkan mereka. Isak tangis sesakli dengan amarah murid-murid sempat mengacaukan pikiran. Resah berhari-hari. Tiap pagi malam selalu ditanya apa kabar ustadazah(sebutan saya di sekolah)?
Sampai awal 2015, saya mengikuti PK atau persiapan keberangkatan yang merupakan persyaratan wajib penerima LPDP. Waktu itu kami berangkat bersama beberapa teman alumni bidikmisi UM lainya menuju Jogja, salah satunya adalah Sahrul Romadhon, ketua Formadiksi 2011. Kami sempat terlantar, terusir ketika mencoba menumpang di emperan Masjid, tertinggal kereta, sampai kehilangan laptop. Sungguh, keberadaan mereka adalah semangat yang tak terbayarkan. Selain itu bisa bertemu orang-orang hebat dari seluruh negeri adalah angugerah mimpi kesekian saya dalam hidup. Mengikuti pengayaan Bahasa selama 6 bulan di Bandung. Menyisihkan sedikit rupiah untuk tes IELTS yang terkenal mahal. Pagi malam hari tiada kata selain belajar dengan IELTS. Pernah dibilang terlalu ambisius karena saya terlalu bermimpi untuk bisa belajar di Australia. “Tidak”, saya katakan. Ini adalah pilihanku dan saya harus bertanggung jawab untuk pilihan dan mimpiku yang telah saya perbuat sendiri.
Kini saya berada diujung semester tahun pertama saya. Banyak hal baru yang saya pelajari disini. Dunia belajar yang cukup bebeda dari Indonesia.
Bahagia adalah ketika saya bisa mengenalkan Indonesia di luar negeri. Sering menampilkan budaya Indonesia lewat tarian dan music tradisional di hadapan ratusan warga asing terkadang membuat hati terenyuh. "Cuma ini yang saya bisa”, mungkin begitulah gumamku ketika melihat penonton antusias melihat kami. Selain belajar, sangat bersyukur sekali bisa mengenal negara ini dengan orang-orang yang baik. Ikut mengabdi di Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia(PPIA) di Adelaide, menjadi volunteer inspirasi di salah satu sekolah di sini, berbagi sedikit kisah hidup bersama mentees saya. 
Semua itu berawal hanya dari mimpi tanpa sengaja terbuka satu persatu hingga menjadi kenyataan. Alhamdulillah, berkat Bidikmisi pula saya bisa berada di sini. Menyambung mimpi-mimpi yang lain. Menyiapkan kunci untuk membukanya.  Saya yakin, setiap dari kita pasti merasakan rasanya membuka satu persatu pintu mimpimnya. Namun, setiap dari kita pasti memiliki kunci masing-masing dan cara berbeda untuk membukanya. 
Terimakasih Bidikmisi.
Terimakasih LDPD.
Terimakasih sudah mengantarkanku untuk menjemput setiap mimpiku.


Penulis:
Fitria Ningsih
Alumni Mahasiswa Bidikmisi UM 2014, 
Mahasiswi Master of Education, Adelaide University, Australia

Apasih Bedanya Kuliah di Indonesia dan di Australia? (Pengalaman Kuliah di Australia)

Posted by Upiet at 12:31 AM 3 comments

Jika sering kali teman-teman kamu bertanya, "kenapa kamu lebih memilih kuliah di Australi?, emang apa bedanya kuliah di Indonesia?"

Waitttt, sebelumnya tulisan ini sifatnya subjektif ya? Berdasakan pengalamnku aja, jadi maaf kalau nanti ada yang beda pandangan atau pemikiran. Hehe

Yaps, begini, ngomong-ngomong soal mana yang lebih baik kuliah di Indo apa di Ostrali itu yang pasti ada plus minusnya ya? Cuman kalau dibandingin dari pengalaman sewaktu kuliah di Indo dan di sini itu cukup berberda. Bedanya dimana? Nah mari simak poin berikut!
1. Sistem Tugas
      Jika dulu sewaktu S1 kebanyakan tugas yang diberi dosen adalah bikin makalah dan kemudian presentasi, presentasi, presentasi dannnn presentasi, tapi kalau di sini kebanyakan NULIS ESSAY. nah, kenapa ketika kamu tes IELTS ada tes nulis essay, karena ini akan sangat bermanfaat ketika kamu kuliah di luar negeri. Satu lagi, setiap tulisan yang kita tulis dan akan di submit alias dikumpulkan, kita harus submit lewat Turnitin(salah satu alat untuk deteksi plagiasi). Nah kita akan tahu berapa banyak similarities atau kesamaan dengan tugas teman kita atau article yang dipublish di internet ataupun juga quotaition/kutipan dari article maupun jurnal. Karena ini sangat ketat terutama jika kamu kuliah di Adelaide, dan beberapa kampus lainnya di Australia. Orang sini sangat strick banget sama yang namanya plagiasi. Beda banget sama waktu kuliah S1 dulu, dimana mungkin masih banyak copy paste dan asal comot sana sini tanpa mereferensi dengan benar. Ini sangat penting bagi kalian jika mau kuliah di luar negeri, banyak-banyaklah latihan menulis essay. Masalah grammar jelas pasti ada. Akan sangat dimaklumi jika kita sebagai mahasiswa international jika mungkin kita membuat kesalahn grammar atau bahkan model essay yang harus to the poin alias ndak mbulet.
         Di sini, biasanya assignments akan di bagi menjadi berbagai sistem. Bisa jadi lewat essay, presentasi, dan blog, tentunya dengan bobot masing-masing yang berbeda. Untuk essay biasanya berkisar sekitar 1500, 2500 dan 3000 kata tergantung bobot presetasenya. Untuk nulis sebanyak itu sangat tidak mudah. Kita sudah disiabkan rubric penilaian oleh dosen kita tentang apa saja yang harus ditulis dalam essay tersebut. Jadi jika nilai keluar akan sangat mengacu pada rubric yang diberikan. Ini mungkin agak sulit bagi kalian yang belum terbiasa menulis essay. Jika dulu mungkin nulis essay masih ngalor ngidul ndak jelas, mugkin bisa dilatih bagaimana menulis essay yang baik, dari introduction, body dan conclusionnya. Ini salah satu challenge pertama ketika mengerjakan assignment essay yang diberikan oleh dosen saya di sini.
       Satu hal yang paling ngtren kalau pas ngerjain assignment itu adalah DUEDATE tugas. Dimana semua akan hetic dengan detik-detik pengumpulan tugas. Kebetulan aku orangnya bukan yang well prepared dimana kurang seminggu udah disubmit. NOOOOO. Entah kenapa ide itu muncul saat detik detik 5 jam sebelum tugas dikumpukan. Bayangkan dalam sehari selesei 2000 kata misal. Ini contoh yang baik. Hehe. Harusnya tugas paling tidak sehari sebelum dikumpulin harusnya selesei. Oh ya, di kampusku, di Uni Adelaide, ada writing centre, dimana kita bisa konsultasi tugas maupun mengecekkan tugas kita sama staff yang kerja disana. Biasanya mereka akan bantu kita menyusun tugas kita atau kasih saran bahkan sekedar cek grammar. Ini salah satu fasilitas yang dibuka untuk umum. Jadi FREE, tinggal kita datang ke HUB dan nunggu deh. Mungkin ini jarang ditemuin di Indo karena kita jarang dapet tugas untuk menulis essay. Yaah kan??? :D
2. Cara Belajar
      Kita di sini dituntut untuk belajar mandiri. Semua course atau matakuliah yang kita ambil, materi, PPT, list bacaan sudah disiapkan dan available bahkan sebelum kuliah di mulai. Tujuannya agar mahasiswa siap ketika datang ke kelas dengan bacaan yang diberi atau materi yang berikan per weeknya. Ini cukup sedikit berbeda dengan di Indo. Mungkin hanya beberapa dosen saja yang mempunyai cara ini untuk menyiapakan mahasiswanya agar tidak masuk ke kelas dalam keadaan ngeblank aliar holaholo. Tapi, selama satu tahun di sini, semua dosen siab dengan materi yang akan diajarkan sebelum hari H pelajaran. Kenapa kok gini? Karena kebanyakan sistem belajar kita adalah diskusi. Kebanyakan sistem belajar di sini adalah students-centered, dimana dosen hanya sebagai fasiliator. Mahasiswa lebih banyak berinteraksi dengan teman2nya untuk diskusi grup misalnya. Selain itu, setiap pelajaran, biasanya dosen akan merecord apa yang dijelaskan. Jadi ketika kuliah sudah selesei, kita masih bisa mendengarkan kembali apa yang dosen kita jelaskan. Ini enaknya kuliah di sini. Kalau di Indo, mungkin kita harus memperbanyak catatan setiap weeknya.
    Cara belajar lainnya yang menarik yaitu fasilitas pendidikan sangatlah ditunjang dengan baik oleh kampus. Rasanya jika hari2 kuliah, kampus tidak akan sepi dengan mahasiswa yang lalu lalang. Belajar di pojok-pojok ruangan didukung akses wifi yang kenceng. Apalagi perpustakaan, tempat paling rame seantero kampus, apalagi saat musim assignments. Jangan harap ada space kosong. Bahkan sampai lesehan di lantai pun udah biasa. Cukup beda kalau kita mampir ke perpus kalau ada maunya alias cuman pas semester akhir sibuk-sibuknya ngurus skripsi. heheh #pengalaman.
       Satu lagi, di sini ada yang disebut HUB, tempat pusat belajar, nongkrong dan diskusinya mahasiswa. Tempat yang paling nyaman dengan disiapin ratusan komputer, dan kursi sofa yang empuk, yang pasti bikin mahasiswa gamau balik kalau udah duduk anteng di HUB. Mungkin fasilitas ini yang agak jarang ditemuin di Indo. Bisa jadi tempat ini mirip-mirip kantin dan gasibu cuman agak gedean dimana harusnya dilengkapi tempat belajar dan diskusi.
      Ngomongin cara belajar baik in class maupun out class, intinya kita dituntut untuk lebih gesit dari biasanya. Jika di Indo kita lebih banyak ngandelin dosen ceramah di kelas, tapi disini kita yang harus lebih banyak ngomong di kelas. Yang pasti, belajar menyesuaikan dengan tempat yang baru, lama-lama kita akan terbiasa dengan cara belajar di sini dan semoga bisa ditularkan sama sistem yang di Indo.
3.  Fasilitas
      Sebagian faslitias udah dibahas dibahas di poin sebelumnya. Gak papa, dilanjutin di sini ya?
Yaps, enaknya kuliah di sini, kita dapat jatah untuk print dan foto copy dari kampus. Sebenarnya mungkin ini sudah keitung dari SPP mungkin. Cuman, setiap mahsiswa akan diberi jatah $18 setiap semesternya untuk biaya print, scan, dan FC. Ingat, di sini gak ada warnet dan tempat FC yang sebakre dekat kosan dan kampus ya? hehe. Kalau di Indo, tinggal keluar kampus pasti udah berjejer tampat print dan FC. Nah kalau di sini sudah disediain oleh kampus. Trus kalau kuota habis? yah yang pasti kita harus ngisi lagi, charge kayak pulsa gitu. Canggih pokoknya. hehe. Trus yang FC atau ngerprinin siapa?? Helloo,, oh ya disini kita dituntut mandiri, mandiri, dan mandiri, jadi segala sesuatu dialkukan sendiri. Bisa jadi, ntar sesudah lulus bisa buka tempat Fotocopian mah ini. Hehe
    Ngomong soal fasilitas mah gak bakal ada habisnya. Mulai dari spot belajar paling asik, tempat ngopi dan jajan paling murah, kitchen buat makan siang, tempat refreshing saat assignment numpuk sepertinya udah lengkap di kampus. Tinggal pinter-pinter kita memanfaatinya aja. Sama halnya di Indo yang juga gak kalah kan? Cuman kitanya mungkin yang kurang peka dan kurang seidkit nyaman untuk memanfaatkanya.
.
.
.
.
.
.
.
Masih banyak yang akan aku tulis disini, terutama tentang pelayanan kampus terhadap mahasiswanya dan banyakkk lagi tentang cerita dosen dan teman kelas.
Tunggu di tulisan selanjutnya yah?
stay tuned.

^--------^

 

Upiet Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review