Saturday, October 24, 2015

IBU, SEDANG APESKAH KITA?

Posted by Upiet at 2:55 PM

#1. Terperosok ke Kali

          Aku masih sangat ingat betul kejadian beberapa tahun silam ketika aku masih berusia sekitar 4 atau 5 tahun. Benar memang, memori anak-anak terhadap hal sekecil apapun akan teringat kembali ketika ia sudah menginjak dewasa.  Dan terbukti, kejadian yang benar2 memilukan waktu itu……..
          Ceritanya, aku suka sekali kalo diajak ibu ku ke sawah. Jelas, bapak ku kerja sebagai petani. Setiap hari kerjanya di sawah. Membajak, menanam, dan memamen. Sekilas itulah yang dilakukan petani pada umumnya, iya kan?. Kalau bapakmu petani pasti tahu, J  Pagi itu, aku ingat betul, bapak sedang menggarap sawah sepetak milik budhenya bapak. Layaknya petani, hal yang paling dinanti nanti ketika sedang di sawah yaitu se-rantang makanan yang sengaja dikirim dari rumah. Yang biasanya disantap sembari beristirahat, sejenak setelah melepas lelah, berpanas panas dibawah terik matahari.
          Sepertinya hidangan ibu ku waktu itu cukup lezat. Bergegaslah kami menuju sawah yang cukup jauh dari rumah. Dikarenakan jaraknya yang lumayan capek kalau kita harus berjalan, ibu sering memboncengku naik sepeda. Gimana gak seneng, anak kecil belum tau apa2, diajak main ke sawah saja bungahnya gak ketulungan. Biasanya, kalau aku dibonceng ibu, kedua kakiku diikat di sepeda biar gak jatuh waktu jalannya terjal. Biar kakinya gak masuk di jeruji sepeda. Dan yang paling ngangeni itu kalau ibu bilang, “Ayo pegangan baju ibu, biar ndak jatuh”. Sumpah merinding rasanya kalo ingat masa-masa itu. Ah Ibu, bisa gak ya masa itu diulang? L
          Hampir setiap hari saya diajak ibu main ke sawah. Maklum, bapak ibu ku petani jadi mainnya ke sawah. Mungkin temen-temen yang tinggal di kota mainya ke Mall kali ya? Hehe. Satu hal yang paling gak bisa dilupakan banget itu, setiap kali aku diajak ke sawah ibu ku selalu membelikanku jajan, biasanya ciki-ciki dan permen terus dimasukkan ke kantong kresek. Jujur, bagi anak sesusianku itu senengnya naudzubillah. Sering kali kalau sedang ditinggal ibu membantu bapak, aku dibuatkan pondok2an, katanya biar gak kepanasan. Subhanallah, kasih orang tua kepada beta sungguh tak terkira. Iya kan? Kadang kalau gak gitu bapak sering menitipkan ku di pondok pemilik sawah sebelah. Bisa ngebayangin gak pondok di sawah seperti apa? Hehe. Terbuat dari kayu yang disambung sambung, atapnya dari sisa daun tebu. Jangan Tanya, kalau main ke sawah sering gatal – gatal karena digigit semut besar, kata ibuku nanamya semut Linying. Heuuu, kalau udah nggingit, mbrendol sebadan.
          Kebetulan, waktu itu aku masih sendiri, belum punya adik. Jadi kemanapun ibu ku pergi selalu ngekor dibelakangnya. Hahaha. Tapi sepertinya waktu itu lagi apes. Pagi-pagi ketika dalam perjalanan mengantar sarapan untuk bapak di sawah, ibu dan aku nyebur ke sungai. Ya Allah, bener2 pengalaman yang gak bakal aku lupain seumur2. Aku gak ingat betul kejadian semuanya. Aku cuma ingat, sepanjangan jalan menuju sawah kita harus melewati kali. Kali yang digunakan untuk mengairi sawah. Setelah melewati dam, atau orang2 biasa menyebutnya ledeng, ada jalan sempit seperti jurang kecil, jadi kalau naik sepeda pancal harus sambil direm, kalau tidak bisa2 mengglundung dahhh. Nah, walhasil, itu terjadi pada ibu. Aku gak ingat kenapa awalnya, entah jalannya yang terjal, atau licin seusai hujan atau gimana yang jelas aku lupa. Pastinya yang aku ingat, tiba-tiba sepeda yang dinaiki ibu oleng, kebayang paniknya kan?, Dannnn “Gubrakkkkkkkk…. “.Kita terperosok ke kali. Asal kalian tahu saja dalamnya kali nya? Jarak jalan ke bawah kali itu setinggi 2 orang berdiri. Lumayan dalemmm kan? Jadi kita jatuh dari atas jalan dalam posisi masih bersepeda.
          Kebayang rasanya? Posisi kedua kaki ku masih diikat di sepeda. Posisi tangan yang tak terlepas dari baju ibu ku. Aku ingat betul waktu itu ibu ku pakai baju kuning, baju favorit orang hebat satu ini cuma itu2 aja. Jadi selalu kebayang kapanpun ibuku pergi dia sering pakai baju itu. Kami basah kuyup. Makanan di rantang yang ditaruh di setir depan sepeda tumpah ruah, campur air, kerikil, juga dedaunan yang ada di kali. Makanan yang sudah di nanti2 bapak sedari tadi sudah tak rupa. Tercecer kemana-mana. Tidak ada siapapun waktu itu. Tidak ada siapa2 yang menolong. Kami sendiri yang merangkak rangkat tak karuan. Aku tidak tahu bagaimana cara mengeluh. Menangis. Menangis yang cuma bisa saya lakukan. Sesekali ibu mengusap luh air mataku dengan baju kuningnya yang basah. Maksud hati ingin mengambil sisa makanan yang bisa diambil untuk dikirim ke bapak, dan ternyata nihil. Hanyut sudah, nasi dan lauk jangan lodeh yang lezat, yang sudah ia masak sejak petang dini hari. “Sudah ndak papa, ayo kita pulang saja nduk”, ujarnya.
          Setelah merangkak naik ke jalan, sempat ibu ku mengajak ke rumah kakaknya yang tidak jauh dari sawah. Inginnya meminjam baju biar anaknya tidak menggigil pulang kedinginan dan mencurahkan sedikit keluhnya setelah terjatuh ke sungai yang cukup curam. Dan ternyata, zonkkkk.. hiks. Yasudah, akhirnya kita pulang dalam keadaan basah kuyup. Sesekali menarik perhatian orang di pinggir jalan, “Hlo kenapa kok basah semua mbak?, habis kenapa sampean?”, tanya mereka. Bisa membayangkan ketika kalian dibonceng sepeda ontel ibu kalian, bajumu kotor basah, baju favorit ibunya lusuh campur lumpur di kali tadi, sambil membawa rantang kosong tempat makanan yang seharusnya sudah nikmat disantap oleh bapakmu?
“Ibu, kali ini sedang apes kah kita?”


0 comments:

Post a Comment

 

Upiet Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review